Senin, 03 April 2017

Adab bertamu menurut Tatakrama Adat Sasak dan Tatakrama Orang Jepang



Adab bertamu menurut Tatakrama Adat Sasak dan Tatakrama Orang Jepang
Oleh :
Sri Aju Indrowaty
Nim. T111608005

1.   Pendahuluan
       Negara Indonesia adalah Negara dengan berbagai suku bangsa yang mempunyai berbagai adat istiadat dan berbagai ragam bahasa pula. Terdapat pula cara atau adat menerima tamu, karena menurut sebagian masyarakat Indonesia “ Barang siapa yang beriman kepada Allah, hendaklah dia memuliakan tamunya” (HR.Bukhari).
       Sejak dulupun ada berbagai peribahasa yang berkaitan dengan berbagai tatacara kehidupan, misalnya saja “Habis manis sepah dibuang” yang artinya setelah dipergunakan maka tidak diacuhkan lagi. Disamping adanya peribahasa orang Indonesia juga mengenal Kiasan, Sajak, Perumpamaan dan lain sebagainya. Ada  peribahasa yang sangat tepat sekali digunakan untuk berkunjung ke suatu daerah atau bertamu ke suatu tempat yaitu “Masuk ke dalam kandang kambing mengembik, masuk ke dalam kandang kerbau menguak” artinya menyesuaikan diri dengan tempat dan keadaan.
       Apabila kita simak ternyata budaya Jepang terdapat pula cara memuliakan tamu. Bahkan ada juga idiom yang berhubungan dengan penerimaan tamu yaitu, 一期一会(Ichi go ichi e yang artinya One time, one meeting, apabila ada kesempatan sekali, maka ada sekali bertemu. Idiom itu ditafsirkan dengan kesempatan yang sekali untuk bertemu, janganlah disia-siakan, sehingga menurut adat Jepang tamu juga sangat dimuliakan dengan berbagai jamuan yang tidak akan terlupakan.

2.   Metode Penelitian
       Menurut Vestergaard dan Schröder (via Rani, dkk., 2004: 20), salah satu fungsi bahasa didayagunakan untuk menyampaikan ekspresi (berupa emosi, keinginan, atau perasaan) penyampai pesan (komunikator). Fungsi bahasa itu disebut fungsi ekspresif. Selain fungsi ekspresif, masih dibedakan lagi fungsi bahasa atas fungsi direktif, fungsi informasional, fungsi metalingual, fungsi interaksional, fungsi kontekstual, dan fungsi puitik. Fungsi direktif berorientasi pada penerima pesan. Dalam hal ini, bahasa dapat digunakan untuk mempengaruhi orang lain, baik emosinya, perasaannya, maupun tingkah lakunya. Selain itu, bahasa juga dapat digunakan untuk memberikan keterangan, mengundang, memerintah, memesan, mengingatkan, mengancam, dan sebagainya. Fungsi informasional bahasa berfokus pada makna, yakni untuk menginformasikan sesuatu. Fungsi metalingual berfokus pada kode, yakni bahasa digunakan untuk menyatakan sesuatu tentang bahasa. Fungsi interaksional bahasa berfokus pada saluran, yakni bahasa digunakan untuk mengungkapkan, mempertahankan, dan mengakhiri suatu kontak komunikasi antara penyampai pesan dan penerima pesan. Fungsi kontekstual bahasa berpedoman bahwa suatu ujaran harus dipahami dengan mempertimbangkan konteksnya.
       Dikemukakan oleh Malinowski (via Koentjaraningrat, 1980) bahwa fungsi bahasa sebagai salah satu anasir kebudayaan adalah kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan dasar atau beberapa kebutuhan yang timbul dari kebutuhan dasar, yaitu kebutuhan sekunder warga dalam suatu masyarakat. Dikemukakannya pula, bahwa segala aktivitas kebudayaan itu sebenarnya bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri makhluk manuisa yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya (Koentjaraningrat, 1980:171).

3.   Pembahasan

3.1               Adab bertamu Adat Sasak
       Kapan saja dan siapa saja dapat datang ke rumah seseorang untuk bertamu, baik dengan berjanji terlebih dahulu atau  tanpa membuat janji terlebih dahulu. Dalam bahasa Sasak bertamu disebut betemue. Bertamu yaitu mengunjungi rumah orang lain baik itu keluarga, sahabat kerabat atau siapa saja. Apabila seseorang pergi mengujungi rumah orang lain, dalam tatakrama adat Sasak ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu:

A.    Waktu Bertamu

        Perlu diketahui bahwa untuk bertamu, tidak ada ketentuan mengenai adanya waktu-waktu tertentu. Konsep orang  Sasak tentang waktu lebih longgar, sama sekali tidak terikat  oleh alat penjaga waktu yang selalu dililit di tangan yang bernama arloji. Konsep waktu orang Sasak lebih berkaitan dengan waktu alami yang berhubungan dengan waktu untuk salat. Sehingga dalam pergaulan dan membuat jadwal-jadwal, seringkali ditentukan waktu ba’da ashar, ba’da magrib dan sebagainya.Waktu bertamu yang juga dianjurkan adalah pada malam hari setelah salat isya (jam 20.00) sampai sekitar jam 22.00, atau bahkan bisa lebih lama dari itu.Waktu antara saat shalat Magrib dan lsya’ bagi kebanyakan orang Sasak, dipergunakan untuk beribadah (shalat) dan atau untuk makan malam. Karena itu sebaiknya tidak dipilih saat-saat itu untuk berkunjung. Tamu yang akan berkunjung harus benar-benar mengetahui waktu yang luang tuan rumah yang akan dikunjungi.

B.    Tata Cara Bertamu

       Tamu yang datang hendaklah terlebih dahulu mengucap salam agama “ Assalmu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”, barulah mengetuk pintu. Apabila tuan rumah sudah membuka pintu dan mempersilakan masuk, maka tamu sedikit membungkuk memberi hormat lalu masuk. Biasanya tuan rumah menyilakan tamunya duduk, apakah dengan bersila atau duduk di atas korsi. Pada masa dahulu amat jarang dijumpai korsi tempat duduk. Biasanya digunakan lante *) sebagai alas tempat duduk bersila.
       Di rumah orang Sasak, acapkali ditemukan Berugaq* ). Ukuran lumrahnya 2,5 x 2 meter yang biasa juga disebut sekepat ( berugak bertiang empat ). Selain Berugaq, ada juga bale jajar ( karena konstruksi tiangnya berjajar) atau disebut sekenem yang jumlah tiangnya enam buah. Fungsi sekenem sama dengan berugaq tetapi ukurannya lebih luas, sekitar 5×3 meter. Di sinilah lazimnya orang Sasak menerima tamu yang diakrabinya. Karena berbentuk bale-bale sehingga di kedua jenis bangunan (berugaq atau bale jajar/sekenem)  tidak disediakan kursi, akan tetapi  caranya dengan duduk bersila.
       Perlu juga diperhatikan bahwa jika memasuki rumah untuk bertamu, secara umum berlaku tradisi melepas alas kaki, sepatu ataupun sandal. Kecuali jika tuan rumah terus menerus melarang melepas alas kaki, jika tamu  mau, dapat juga tidak melepasnya.
C.    Menerima Suguhan

       Tidak jarang, kopi sebagai suguhan tunggal tuan rumah terhadap tamunya. Dalam hal kopi sebagai suguhan tunggal, tuan rumah akan menyampaikan ungkapan basa-basi dengan mengatakan: kopinya wanen *), maksudnya kopi itu dihadirkan sendiri tanpa ada penganan lain yang menyertainya. Tetapi suguhan minum bisa juga ditemani kue dari jenis apa saja, tidak ada yang standar. Orang Sasak suka dengan suguhan kopi. Banyak diantaranya memiliki cita rasa yang tinggi sehingga terampil membedakan secangkir kopi yang diseduh dengan air yang baru mendidih dengan panas yang cukup, air panas dimasak dengan kayu bakar. Begitu pula, bisa di bedakan antara kopi yang dimasak pakai kekete* ).

D.   Hal Tabu Ketika Bertamu

1.   Mengambil atau Memegang dengan Tangan Kiri
Orang Sasak, pada dasarnya tidak menerima budaya tangan kiri (left-handed). Anak-anak yang terlahir kidal, dipaksa untuk mengubah bawaan alaminya untuk mengikuti “Budaya tangan kanan” dengan cara yang kadang-kadang dipaksakan.
Bagi masyarakat Sasak, ada perbedaan yang tegas antara fungsi tangan kanan dan tangan kiri dalam penggunaannya. Orang Sasak menganggap bahwa tangan kanan adalah “Tangan baik” sedangkan tangan kiri adalah “Tangan kotor” yang wilayah penggunaannya terbatas,  paling untuk urusan membersihkan sesuatu yang dianggap kotor. Ini budaya Sasak dan tidak terlalu dipermasalahkan.
Tangan kiri memiliki image yang lebih buruk sehingga tidak digunakan untuk memberi dan menerima sesuatu bahkan untuk menerima uang sekalipun. Tangan kiri tidak dipakai menunjuk sesuatu, atau  me­ngambil makanan. Khusus bagi seseorang yang kidal tentu saja tidak akan dipandang tidak sopan jika ia menulis, mengoperasikan alat tertentu, atau kegiatan lainnya, sepanjang itu dilakukan untuk dirinya sendiri tanpa ada hubungan komunikasi dengan orang lain. Khusus dalam hal menunjuk, cara yang dianggap paling sopan adalah menunjuk dengan jempol jari tangan kanan. Perlu digaris bawahi juga bahwa meng­gunakan kaki untuk menunjuk sudah tentu sangat melanggar aturan tatakrama adat Sasak.
2.   Hindari kata Kamu

       Kosa kata yang paling dihindari penggunaannya dalam percakapan dengan orang Sasak adalah kata kamu “ ente” untuk laki-laki dan “kemu” untuk wanita  Meskipun percakapan tersebut menggunakan Bahasa Indonesia yang tidak mengenal strata dalam kosa katanya, tetapi orang Sasak terlanjur memandang kata kamu sebagai kata yang kasar dan dipakai untuk menyatakan kemarahan atau merendahkan lawan bicara. Karena itu, sangat dihindari penggunaannya dan digantikan dengan kata situAnda  atau “side” (bahasa Sasak).
       Untuk menyatakan orang kedua tunggal (kamu) kepada orang yang dihormati karena status sosialnya maupun karena usianya yang lebih tua, digunakan kata pelinggih atau pelungguh. Jika lawan bicara berstatus tertinggi yang bergelar Datu (laki-laki)  atau Dinde (perempuan) atau Raden Nune (laki-laki belum  menikah), digunakan kata Pelungguh Dekaji. Tetapi untuk yang terakhir ini sangat jarang digunakan, lebih-lebih pada zaman sekarang yang sudah banyak mengalami pergeseran
       Kata side digunakan dalam percakapan antara dua orang yang setara dari segi usia atau status sosial. Jadi, mesti berhati-hati dengan kata yang satu ini, kalau ada orang Sasak dikatakan kamuente, atau kemu  dan mereka diam, perlu bijak dalam menafsirkan diamnya itu. Artinya, sebenarnya mereka merasa tidak nyaman, tetapi sekaligus mencoba belajar menerima perkataan itu.
3. Ketika Makan Bersama
Orang Sasak memiliki tradisi makan bersama dengan cara duduk. Tradisi ini memiliki Description: adab bertamu
aturan kecil yang mesti diperhatikan. Adalah bijak bagi tamu jika mengenal tradisi keseharian tuan rumah. Seseorang akan merasa lebih dihargai jika menyaksikan bahwa tamunya bersedia mengikuti tradisi yang dianut tuan rumah. Itu bisa membuat tuan rumah menjadi lebih cepat akrab.
Pertama, jangan mulai mengambil makanan sebelum tuan rumah atau salah seorang yang akan mewakil tuan rumah mempersilahkan. Tuan rumah biasanya akan mempersilakan dengan mengatakan: dawek. ngaturangatau silaq.atau silaq ngiring mulei.
Kedua, ambil dan suaplah makanan hanya dengan tangan kanan. Tangan kiri jangan pernah dipakai. Selain itu, orang Sasak makan dengan lauk dan daging dari wadah yang sama, dan tidak selalu disediakan sendok. Memang terasa lebih akrab, kendatipun sudah mulai dipertanyakan dari segi kesehatan dan kebersihan, namun inilah yang sudah teradat di Gumi Sasak.
Ketiga, selama acara makan bersama berlangsung, tidak boleh membicarakan hal-hal yang menjijikkan, membuang ingus, mengunyah makanan sampai mulut berbunyi mecak *)  bahkan tidak umum berbicara berlebihan.
Keempat, jika seseorang telah selesai makan, tidak berarti boleh langsung cuci tangan. Tunggulah sampai orang lain sudah selesai makan dan dipastikan ada seseorang yang akan menawarkan untuk mengakhiri acara makan bersama tersebut. Jika anda sudah terlanjur selesai dan belum juga ada yang mempersilahkan menutup acara makan bersama tersebut, dibolehkan mengambil apa saja hidangan yang masih tersedia, biasanya kacang-kacangan yang gurih.
4. Bersiul
     Bagi orang Sasak, ekspresi kesenangan dengan cara bersiul mesti dilakukan pada tempat dan waktu yang pantas. Bersiul di malam hari sangat dilarang. Begitu pula, bersiul di wilayah-wilayah yang bersifat pribadi seperti di dalam rumah. Demikian juga di pekarangan rumah tidak dibolehkan.
Tempat yang dipandang pantas untuk bersiul adalah di tempat umum, seperti di jalan raya, di kebun, di sawah, di ladang, dan tempat-tempat sejenis. Mitos yang berkembang di kalangan suku Sasak dalam hal bersiul yaitu bisa mengundang datangnya ular. Entah apa kaitannya, tetapi diduga itu hanya jalan pikiran untuk menakut-nakuti sehingga seseorang tidak bersiul di tempat-tempat yang merupakan wilayah pribadi.
5. Mengumpat
       Dalam konteks pergaulan dan keakraban yang dalam, terutama di kalangan orang Sasak kebanyakan, dua orang Sasak yang saling bertemu, akan saling mengumpat dengan kata-kata yang kotor lagi kasar, tetapi kadang banyak di antara mereka mereka mampu membedakan antara umpatan untuk keakraban dengan umpatan untuk menghina atau karena marah dan kesal. Di tengah-tengah bermaki-makian dan berumpat ria itu, satu hal yang tidak boleh dilakukan, yaitu seorang laki-laki tidak boleh mengumpat kepada seorang wanita dengan menyebut kemaluan wanitanya. Itu bisa tergolong pelanggaran adat. Tetapi jika saling  umpat di antara sesama wanitanya meskipun dengan menyebut kemaluan wanita, tidak termasuk pelanggaran.
6. Pegang Kepala, Telinga dan Pundak
       Bagi orang Sasak, ada tiga bagian tubuh yang tidak boleh dipegang atas alasan yang berbeda yaitu kepala, telinga dan pundak. Jangan coba-coba memegang kepala laki- ­laki di luar keperluan untuk bercukur atau mungkin mencabut ubannya. Mereka sangat menjaga kepalanya agar tidak dipegang sembarang orang, karena diartikan sebagai tindakan merendahkan atau terkalahkan. Lain lagi maknanya memegang telinga. Mereka tak menyukainya karena ini salah satu cara untuk menantang berkelahi. Memegang pundak juga tidak lazim. Seseorang yang telah dipegang pundaknya merupakan pertanda ia telah dikuasai (under controlled) oleh pemegangnya. Kadang orang Sasak beranggapan bahwa dipegang pundaknya berarti direndahkan.
7. Berludah
       Selain mengumpat seperti disebutkan di muka, dalam mengekspresikan perasaan marahnya, orang Sasak juga akan memperlihatkan dengan cara berludah. Tetapi cara berludah di sini bukan dilakukan dengan cara yang lazim sebagaimana berludah alami, melainkan dengan membuat tarikan kuat di rongga mulut lalu dikeluarkan dengan tekanan dan bunyi yang kuat pula bekoeek Biasanya bekoeek*)  dilakukan dengan cara yang demonstratif, langsung di depan seseorang yang ingin dijadikan target kemarahannya. Ada kalanya orang yang ditargetkan tidak di tempat maka dapat juga diperlihatkan kepada lawan bicara yang ada, akan tetapi tetap saja untuk memperlihatkan kemarahannya kepada orang ketiga yang dibencinya.
Berludah di dalam rumah juga sangat dihindari oleh orang Sasak. Lebih-lebih jika ada orang lain teman duduk, maka jangan berludah secara langsung di depannya, melainkan dengan cara permisi terlebih dahulu dan keluar sebentar untuk keperluan berludah.
3.2               Adab  bertamu Orang Jepang
       Kalau berada di jepang harus mengetahui kebiasaan orang jepang, supaya tidak dianggap aneh. Begitupun, bila bertamu ke rumah mereka dan kebetulan menginap, harus mengetahui  kebiasaan-kebiasaan mereka.

Ada beberapa point kebiasaan orang jepang sehari-hari :

A. Makan pakai sumpit


       Kebiasaan orang jepang kalau makan pakai sumpit. Kecuali kalau makan sup. Itu pun kadang mereka malas pakai sendok dan mengapit isi sup pakai sumpit. Sedangkan kuahnya dihirup sama mangkoknya. Kelihatan aneh, tapi begitulah mereka. Orang Jepang merasa aneh kalau melihat kita makan nasi pakai sendok.

B. Pakai kaos kaki


       Orang jepang selalu pakai kaos kaki. Kalau mau masuk rumah, mereka akan melepaskan sepatunya sedangkan kaos kaki tetap terpakai, nanti di depan pintu tersedia sendal untuk berganti ketika mau masuk rumah. Sendal itu wajib dipakai, dan jangan lepas kaos kakimu.

Ketika hendak ke toilet, ada sendal toilet khusus di depan pintu toilet. Ganti sendal rumah dengan sendal toilet ketika hendak buang air besar/kecil. Biasanya sendal rumah hanya akan dilepas ketika masuk kamar.

Jangan sesekali memakai sepatu di dalam rumah kalau tak mau dianggap aneh oleh mereka.

C. Pintu geser dan tempat tidur


       Rumah orang jepang kebanyakan memakai pintu geser, kecuali pintu depan. Karena rumah orang jepang kebanyakan minimalis, penggunaan pintu geser bisa menghemat ruang. Juga jangan kaget kalau tidur di rumah mereka tak ada ranjang atau dipan. Mereka tidur pakai futon atau kasur yang bila telah dipakai untuk tidur akan dilipat kembali kemudian disimpan di lemari.

Ruangan yang telah kosong tersebut akan dipasang meja kecil untuk minum teh dan sarapan. Usahakan jangan tidur kesiangan nanti sarapan dan teh jepang yang telah dipersiapkan tersebut akan dingin, jadi tak enak lagi disantap.

D. Biasakan salam


       Orang jepang akan senang kalo bertemu ngucapin salam, seperti ‘Ohayou gozaimasu’, ‘Konnichiwa’ dan ‘konbanwa’. Ketika makan bersama mereka, sebelum bersantap ucapkan ‘itadakimasu’ dan setelah selesai makan ucapkan ‘gochiso sama deshita’, untuk menghargai hasil masakan mereka. Dan jangan segan-segan mengucapkan ‘Arigatou Gozaimasu’ sebagai ucapan terima kasih.

E. Cara duduk


       Orang jepang duduk dengan cara kakinya dilipat belakang, seperti posisi duduk attahiyat awal dalam sholat. Jangan duduk secara sembarangan seperti kaki diselongsorkan atau kaki ditopang didagu, tidak sopan katanya, apalagi tidak pakai kaos kaki, nanti dipikiran mereka kita orang yang jorok.

Kalau tidak biasa cara duduk seperti mereka, bisa juga dengan cara duduk bersila, orang jepang banyak juga yang tak tahan duduk seperti itu apalagi kaum lelaki, mereka yang tak tahan memilih duduk bersila.

F. Jangan bercanda berlebihan


       kalau berkunjung kerumah teman tidak afdol kalau tidak canda-candaan. Begitupun berkunjung ke rumah teman orang jepang, tak seru kalau tidak bercanda. Kebiasaan orang Jepang kalau memukul kepala teman itu candaan biasa ‘plak’, orang yang dipukul tertawa tanda senang.

Kebiasaan orang Indonesia kalau dipukul kepala begitu pasti akan marah. Solusinya kita harus ngomong adat dan budaya Indonesia yang tak boleh dipukul kepalanya.

4.   Simpulan

       Dari tatacara menerima tamu dan cara bertamu baik dari suku Sasak di Lombok dan Jepang menunjukkan bahwa kita harus mengenal adat istiadat orang yang akan kita datangi. Beberapa point diatas pernah tidak saya lakukan ketika itu awal-awal saya ke jepang lalu diajak main kerumah teman. Sehingga dari keluarga Jepang yang mengundang saya melihat dengan terheran-heran. Sehingga supaya jangan terulang lagi kejadian salah dalam penafsiran budaya atau pemahaman yang baik akan budaya lain atau Cross Culture Understanding maka mencari dari  buku-buku dan berbagai referensi tentang kebiasaan mereka. Kalau kita  menghormati mereka baik dari berbagai suku yang ada di Indonesia maupun dari Negara lain maka tidak akan terjadi kesalahan bertindak atau bersikap saat berinteraksi dengan budaya lain khususnya saat bertamu.

Referensi
Koentjaraningrat (1980). Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta : UI Press
Sudirman dkk (2006). Bahan Ajar Muatan lokal gumi sasak untuk SD/MI Kelas V : Lombok

Usman, AR (200). Ethnis Cina Perantauan di Aceh. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia



Tidak ada komentar:

Posting Komentar