Jumat, 24 Maret 2017

MITOLOGI JOMBANG TERKAIT DENGAN TUNGGORONO, CANDI NGRIMBI, DAN RINGIN CONTONG



MITOLOGI JOMBANG TERKAIT DENGAN  TUNGGORONO, CANDI NGRIMBI, DAN RINGIN CONTONG





Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ethnolinguistics

Dosen Pembina: Dr. Inyo Yos Fernandez
.







Oleh :
CHALIMAH

NIM : T111608001

Program Studi Linguistik (S3-Linguistik Deskriptif)
Universitas Negeri Sebelas Maret


 2017

DAFTAR ISI


A.     PENDAHULUAN ..................................................................................................
B.     PEMBAHASAN ....................................................................................................
1.      Kabupaten Jombang ...........................................................................................
2.      Metodologi Etnolinguistik ....................................................................................
3.      Mitologi Jombang ...............................................................................................
4.      Relasi antara Mitologi Jombang dengan Kebudayaan ...........................................
C.     KESIMPULAN .....................................................................................................
     DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................

 

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Kabupaten Jombang ....................................................................................   3
Gambar 2. Candi Rimbi.........................................................................................................   9
Gambar 3. Ringin Contong ...................................................................................................   9


















MITOLOGI JOMBANG
A.     PENDAHULUAN

Masyarakat Indonesia banyak sekali mengenal cerita-cerita mitos.  Menurut  Alfiansyah, (2011) Mitos atau mite (myth) adalah cerita prosa rakyat yang ditokohi  oleh para dewa atau makhluk setengah dewa yang terjadi di dunia  lain (kahyangan) pada masa lampau dan dianggap benar-benar  terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya. Mitos juga disebut Mitologi yaitu  cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan bertalian dengan terjadinya tempat, alam semesta, para dewa, adat istiadat, dan konsep dongeng suci. Jadi, mitos adalah cerita tentang asal-usul alam semesta, manusia, atau bangsa yang diungkapkan dengan cara-cara gaib dan mengandung arti yang dalam. Mitos juga mengisahkan  petualangan para dewa, kisah percintaan mereka, kisah perang mereka dan sebagainya.
Pengertian mitos yang ada didalam buku teori sastra tentang kajian teori dan praktik Rafiek, 2010 dalam unikom online yaitu: persamaan tentang kepercayaan hal ghaib  terhadap suatu mitos di berbagai tempat bukan disebabkan oleh difusi atau penyebaran melainkan disebabkan penemuan-penenuan yang berdiri sendiri. Hal ini sejalan dengan mitologi Jombang yang sangat diyakini oleh masyarakat Jombang sampai sekarang sejak ditemukannya banyak penemuan seperti: 1) Ringin Contong (tempat persinggahan Kebo Kicak saat mengejar Surontanu), 2) Desa Tunggorono Kecamatan Jombang (gerbang barat atau ‘gapura barat’ kerajaan Majapahit), 3) Desa Ngrimbi Kecamatan Bareng (gerbang timur atau ‘gapura timur’  kerajaan Majapahit).
Masyarakat Jombang meyakini tentang mitologi Jombang tersebut karena masyarakat beranggapan mitos sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat tradisional yang masih sangat kental budaya kedaerahannya. Mereka kebanyakan mengabaikan logika dan lebih mempercayai hal-hal yang sudah turun temurun dari nenek moyang. Pada dasarnya, mitos orang zaman dahulu memiliki tujuan yang baik untuk kelangsungan hidup keturunannya.
Berdasarkan penjelasan diatas, saya akan menguraikan mitologi Jombang yaitu tentang bagaimana asal usul Jombang beserta nilai moral yang dijadikan pedoman hidup oleh masyarakat Jombang yang akan saya paparkan dalam pembahasan selanjutnya.

B.     PEMBAHASAN 
Pada pembahasan ini akan diuraikan mengenai Kabupaten Jombang, Metodologi Etnolinguistik, Mitologi Jombang (relasi antara Kerajaan Majapahit, Ringin Contong, Desa Tunggorono, dan Desa Ngrimbi Kecamatan Bareng).
1.         Kabupaten Jombang
Jombang terletak di bagian tengah propinsi Jawa Timur. Luas wilayahnya adalah 1.159,50 km2 dengan 21 kecamatan. Berikut ini adalah jumlah penduduk Kabupaten Jombang per kecamatan (Web Badan Pusat Statistik Kabupaten Jombang, 2017) yaitu: Bandar Kedung Mulyo dengan jumlah penduduk 55.448 orang, Perak dengan jumlah penduduk 62.662 orang, Gudo dengan jumlah penduduk 63.223 orang, Diwek dengan jumlah penduduk 121.617 orang, Ngoro dengan jumlah penduduk 88.009 orang, Mojowarno dengan jumlah penduduk 104.031 orang, Bareng dengan jumlah penduduk 61.440 orang, Wonosalam dengan jumlah penduduk 37.890 orang, Mojoagung 89.068 orang, Sumobito dengan jumlah penduduk 94.488 orang, Jogoroto dengan jumlah penduduk 77.062 orang, Peterongan dengan jumlah penduduk 72. 243 orang, Jombang dengan jumlah penduduk 158.840 orang, Megaluh dengan jumlah penduduk 44.301 orang, Tembelang dengan jumlah penduduk 69.357 orang, Kesamben dengan jumlah penduduk 76.050 orang, Kudu dengan jumlah penduduk 33.119 orang, Ngusikan dengan jumlah penduduk 23.769 orang, Ploso dengan jumlah penduduk 45.754 orang, Kabuh dengan jumlah penduduk 45.148 orang, Plandaan dengan jumlah penduduk 41.434 orang.
Pusat pemerintahan Kabupaten Jombang terletak di tengah-tengah wilayah kabupaten, memiliki ketinggian 44 meter di atas permukaan laut, dan berjarak 79 km dari barat daya Surabaya, ibu kota Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Jombang memiliki posisi yang sangat strategis, karena berada di persimpangan jalur lintas utara, dan selatan Pulau Jawa (Surabaya-Madiun-Solo-Yogyakarta), jalur Surabaya-Tulungagung, serta jalur Malang-Tuban.
Banyak tokoh terkenal Indonesia yang dilahirkan di Kabupaten Jombang, antara lain Presiden Republik Indonesia ke 4 KH. Abdurrahman Wahid, Pahlawan Nasional K.H Wahid Hasyim, Tokoh Intelektual Islam Nurcholis Madjid, Budayawan Emha Ainun Najib, dan Seniman Cucuk Espe.

Gambar 1. Peta Kabupaten Jombang

2.         Metodologi Etnolinguistik
Didalam penelitian etnolinguistik, peneliti harus melakukan pendekatan secara langsung dengan cara terlibat langsung dalam kehidupan etnik atau masyarakat yang diteliti yang membutuhkan totalitas agar mendapatkan hasil yang valid dan reliable. Karena tidak memungkinkan bagi saya untuk langsung mengambil data dalam jangka waktu yang pendek, maka saya hanya menggunakan studi pustaka melalui data-data on line sebagai data sekunder tentang mitologi Jombang.
 Berikut ini saya paparkan nama-nama contoh peneliti mitologi yang berhasil memperoleh data primer dengan cara langsung masuk dalam kehidupan masyarakat atau etnis tertentu: De Josselin De Jong: 1937, James P. Spradley:1979; Robert K. Yin: 2011, Elizabeth Campbell and Luke Erc Lassiter: 2015; Sam Ladner: 2014; Teresa L. McCarty: 2011; Tom Boellstorff, et.al: 2012; Julian M. Murchison: 2010; David M. Fetterman: 2010; Paul Atkinson and Martyn Hammerssley: 2007; Paul Atkinson, et.al.: 2007; Shirley Brice Heath and Brian V Street: 2008; Margaret D Lecompte and Jean J Schensul: 2015). Semua peneliti diatas menggunakan metode direct participation dengan menggunakan in depth interview dan recording.

3.         Mitologi Jombang (Jombang, Tunggorono, Candri Rimbi)
Menurut cerita yang beredar di kalangan masyarakat Jombang, hal ini tak lepas dari sosok Kebo Kicak dan Surontanu. Dalam cerita itu disebutkan, Kebo Kicak adalah seseorang yang dikutuk orangtuanya karena kedurhakaannya, sehingga memiliki kepala kebo atau kerbau. Setelah berkepala kerbau dengan tetap berbadan manusia, Kebo Kicak berguru kepada seorang kiai sakti mandraguna. Bertahun-tahun belajar pada kiai tersebut, Kebo Kicak menjadi orang soleh. Konon, di sebuah kadipaten Kerajaan Majapahit  (sekarang menjadi Kabupaten Jombang), terdapat seorang perampok sakti bernama Surontanu. Dia adalah penjahat nomor satu dan paling ditakuti masyarakat sekitar Jombang. Tidak ada satu orang pun yang mampu menangkap Surontanu. Alkisah, huru-hara di masyarakat didengar oleh Kebo Kicak. Atas perintah sang guru, Kebo Kicak turun gunung untuk menghentikan kejahatan Surontanu. Di dalam perjalanan mengejar Surontanu, Kebo Kicak singgah dibawah pohon raksasa yang disebut ‘Ringin Contong’ (sekarang menjadi ikon Jombang).  Setelah berpetualang beberapa hari, Kebo Kicak berhasil menemukan Surontanu. Tanpa panjang lebar, keduanya beradu kesaktian. Setelah bertarung beberapa lama, Surontanu terdesak. Dia melarikan diri hingga ke sebuah rawa yang terdapat banyak tanaman tebu. Dengan kesaktiannya, Surontanu berhasil masuk ke rawa tebu. Kebo Kicak menyusul masuk ke rawa yang sekarang terletak di wilayah Jombang. Namun, Surontanu dan Kebo Kicak yang masuk ke dalam rawa tebu tidak pernah kembali lagi. Entah apa yang terjadi dengan mereka. Hingga sekarang, masyarakat tak menemukan jasad maupun makam mereka.
Ada versi lain terkait Kebo Kicak. Salah satu versinya mengisahkan bahwa Kebo Kicak adalah sosok kesatria. Dia mengobrak-abrik Kerajaan Majapahit untuk mencari ayah kandungnya yang bernama Patih Pangulang Jagad. Setelah bertemu Patih Pangulang Jagad, Kebo Kicak diminta menunjukkan bukti bahwa dia benar-benar anak sang Patih. Cara membuktikannya tak mudah. Kebo Kicak diminta mengangkat batu hitam di Sungai Brantas. Dalam upayanya itu, Kebo Kicak harus berkelahi dengan Bajul Ijo. Usaha Kebo Kicak membuahkan hasil. Setelah berhasil membuktikan bahwa dirinya anak kandung Patih Pangulang Jagad, Kebo Kicak diberi wewenang menjadi penguasa wilayah barat. Ambisi kekuasaan yang tinggi membuat Kebo Kicak tak pernah puas. Dia bertarung dengan saudara seperguruannya, Surontanu, demi memperebutkan pusaka banteng milik Surontanu. Konon, pertempuran kedua orang tersebut berlangsung amat dahsyat. Saat keduanya bertarung, muncul cahaya ijo (hijau) dan abang (merah). Dari penggabungan kata ijo dan abang tersebut muncul sebutan Jombang. Kini, warna hijau dan merah tua begitu mencolok dalam logo Kabupaten Jombang. Warna dari perisai berarti perpaduan dua warna Jo dan Bang (ijo dan abang) sama dengan Jombang. Warna hijau bermakna kesuburan, ketenangan, dan kebaktian kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sementara, warna merah berarti keberanian, dinamis dan kritis. Tapi, ada pula yang menyebut ijo mewakili kaum santri (agamis), sementara abang mewakili kaum abangan (nasionalis/kejawen).
Masih di wilayah Jombang, ada mitologi yang ditemukan yaitu mitologi desa Tunggorono. Pada zaman dahulu ada seorang lelaki bernama Subanjar sebagai anak sulung dari dua bersaudara. Ayahnya bernama Cahyo Tunggal pemimpin Padepokan Tunggul Wulung yang disegani masyarakat. Saudara perempuan atau adik Subanjar bernama Sekar Dinulih. Subanjar terkenal bersifat brutal, suka berkelahi, menggoda wanita atau bahkan memperkosa dan membunuh tanpa merasa berdosa. Keluarga Subanjar resah, hingga akhirnya menyarankan Subanjar agar segera menikah. Namun, Subanjar menolak menikah sebelum dia menjadi orang yang benar dan sakti. Maka Subanjar berangkat bertapa di pesarean Asam Boreh. Sementara itu, di pesarean Asam Boreh tersebut berdiam makhluk halus bernama Nyi Blorong dan Gendruwo Putih. Mengetahui ada manusia yang sedang bertapa, Gendruwo Putih langsung merasuki raga Subanjar, dengan maksud agar dapat memperistri Sekar Dinulih. Lantas Subanjar pulang kembali ke rumah, ia mengutarakan keinginannya hendak menikah. Keluarganya gembira,namun tentu saja keinginan itu kandas karena yang hendak dinikahi adalah adik kandungnya sendiri. Subanjar tidak terima dan ia tega memukul ayahnya. Sekar Dinulih melarikan diri karena dikejar oleh Subanjar. Ki Tunggo bertemu dengan mereka dan mencoba menghalangi niat Subanjar namun ia gagal. Subanjar juga sempat bertanding dengan Joko Piturun dan akhirnya ia bertemu kembali dengan ayahnya yang telah mendapatkan selendang pusaka dari Nyi Blorong. Dalam pertarungan kedua melawan Joko Piturun, Subanjar dikalahkan dengan sabetan selendang pusaka Jalarente yang dipinjam dari Cahyo Tunggal. Saat Subanjar jatuh, keluarlah Gendruwo Putih dari raganya yang seketika juga dihajar dengan selendang Jalarente. Subanjar telah sadar, maka ayahnya pun sadar jika ia juga telah bersalah karena memiliki sepasang anak laki-laki dan perempuan namun belum pernah meruwatnya. Ternyata Tunggo itu nama orang (Ki Tunggo) yang pekerjaannya membuat rono (semacam sketsel dalam rumah). Karena dianggap telah menyembunyikan Sekar Dinulih di rumahnya, Ki Tunggo harus berhadapan dengan Subanjar (yang telah kerasukan Gendruwo Putih) sehingga Ki Tunggo tewas. “Suatu ketika nanti desa ini saya namakan Tunggorono,” ujar Subanjar.
Mitologi yang lain yang tidak kalah menarik di wilayah Jombang adalah Candi Rimbi. Candi Rimbi ditemukan oleh Alfred Wallace pada abad 19 saat mengoleksi beberapa spesimen tanaman di kaki Gunung Anjasmoro. Saat ditemukan, di Candi Rimbi ditemukan pula beberapa arca bercorak Hindu seperti arca Dewi Parwati. Arca-arca tersebut kini disimpan di Museum Nasional dan Museum Trowulan. Keberadaan arca Dewi Parwati tersebut diduga merupakan perwujudan dari Tribhuwana Wijaya Tunggadewi atau Tribhuwana Tunggadewi, Ratu Majapahit yang memerintah pada 1328 – 1350 M. Tribhuwana adalah penguasa ketiga Majapahit. Merupakan puteri dari Raden Wijaya (pendiri Majapahit) dengan Gayatri. Dalam mitos setempat, keberadaan Candi Rimbi memang dipercaya memiliki kaitan erat dengan kerajaan Majapahit. Dalam mitos dinyatakan bahwa wilayah Jombang bagian selatan (sekitar Wonosalam) merupakan gapura sebelah selatan ibukota/ Kutharaja Majapahit. Candi Rimbi secara administratif terletak di Desa Pulosari, Kecamatan Bareng, Jombang. Lokasi candi ini berada di pinggir jalan raya Bareng – Wonosalam, sehingga keberadaanya dapat dilihat secara jelas oleh pengguna jalan.
Cikal bakal Kabupaten Jombang berawal dari runtuhnya Majapahit, agama Islam mulai berkembang di kawasan, yang penyebarannya dari pesisir pantai utara Jawa Timur. Jombang kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Mataram Islam. Seiring dengan melemahnya pengaruh Mataram, Belanda menjadikan Jombang sebagai bagian dari wilayah VOC pada akhir abad ke-17, yang kemudian sebagai bagian dari Hindia Belanda pada awal abad ke-18. Tahun 1811, didirikan Kabupaten Mojokerto, meliputi pula wilayah yang kini adalah Kabupaten Jombang. Trowulan (pusat Kerajaan Majapahit), masuk dalam kawedanan (onderdistrict afdeeling) Jombang.
Tahun 1910, Jombang memperoleh status kabupaten, memisahkan diri dari Kabupaten Mojokerto. Raden Adipati Arya Soeroadiningrat menjadi bupati pertama.  Dia juga biasa disapa Kanjeng Sepuh atau Kanjeng Jimat. Dia juga merupakan keturunan ke-15 dari Prabu Brawijaya V, Raja terakhir Majapahit. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur mengukuhkan Jombang sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur.
4.      Relasi antara Mitologi Jombang dengan kebudayaan Masyarakat Jombang
Adanya mitologi tentang Jombang, Tunggorono, dan Candi Rimbi memberikan beberapa nilai-nilai kebudayaan dan moral yang berguna dalam kehidupan masyarakat Jombang. Adapun nilai-nilai kebudayaan dan moral tersebut yaitu:
a.       Nilai sikap berbakti kepada orang tua
Kebo Kicak adalah manusia berkepala kerbau karena kutukan dari orang tuanya yang sangat jengkel dengan kedurhakaan anaknya. Ini memberikan contoh pendidikan kepada anak-anak untuk tidak durhaka.
b.      Nilai sikap untuk berubah menjadi orang yang lebih baik
Karena penyesalan setelah mendapatkan kutukan dari orang tuanya, Kebo Kicak ingin menjadi orang yang lebih baik dengan cara mendalami ajaran agama kepada Kyai yang sakti mandraguna yang dapat merubahnya menjadi orang yang sholeh.
c.       Nilai sikap untuk mengakui kesalahan dan memperbaikinya
Cahyo Tunggal menyadari bahwa kejahatan yang dilakukannya anaknya bukanlah kesalahan semata-mata pada anaknya akan tetapi orang tua juga ikut bersalah karena orang tua yang berkewajiban mendidiknya. Cahyo Tunggal memiliki seorang anak-laki laki dan seorang anak perempuan yang seharusnya dilakukan ruwatan. Ruwatan biasanya dilakukan untuk untang-anting (anak tunggal laki-laki), unting-unting (anak tunggal perempuan), kedono-kedini (dua anak laki-laki dan perempuan), kembang sepasang (2dua anak perempuan), uger-uger lawang (dua anak laki-laki), pancuran keapit sendang ( tiga anak, perempuan, laki-laki, perempuan), sendang keapit pancuran (tiga anak, laki-laki, perempuan, laki-laki), cukit dulit (tiga anak laki-laki), sarombo (empat anak laki-laki), pandowo (lima anak laki-laki), gotong mayit (tiga anak perempuan), sarimpi (empat anak erempuan), panca gati (lima anak perempuan), kiblat papat (empat anak laki laki dan perempuan), pipilan ( lima anak, empat perempuan dan satu laki-laki), padangan (lima anak, satu perempuan, empat laki-laki), sepasar (lima anak laki-laki dan perempuan ), pendowo ngedangno (tiga anak laki-laki dan satu perempuan). Untuk ruwatan ada 2 cara: 1) ruwatan kejawen: mengadakan pagelaran wayang dan membacakan mantra-mantra kepada Bethoro Kolo; 2) ruwatan islam: mengadakan acara yasinan, membaca doa, dan selamatan atau shodakohan.  
d. Nilai-nilai moral harus ditanamkan didalam masyarakat yang terpancar dari warna hijau ‘ijo’ dan warna merah ‘abang’ untuk hidup secara berdampingan. Warna hijau bermakna kesuburan, ketenangan, dan kebaktian kepada Tuhan Yang Maha Esa; warna merah bermakna keberanian, dinamis, dan kritis. Hijau mewakili kaum santri di Jombang (pondok pesantren Denanyar, Tambak Beras, Tebu Ireng, Darul Ulum. Merah mewakili kaum nasionalis/kejawen. Semua hidup berdampingan secara rukun.
d.      Nilai sikap untuk menyadari bahwa tidak ada yang abadi di dunia, semua mengalami perubahan
Kerajaan Majapahit yang begitu besar kekuasaannya bisa runtuh, yang salah satu buktinya berupa candi Rimbi di Bareng. Yang kemudian menjadi bagian dari kerajaan Mataram Islam. Belanda membentuk wilayah kabupaten Mojokerto, meliputi wilayah Jombang dan Trowulan. Namun kemudian Jombang menjadi kapubaten sendiri terpisah dari Mojokerto 
e.       Warisan Budaya
Adanya wisata Candi Rimbi, Ringin dan Ringin Contong dijadikan objek wisata sebagai warisan budaya masyarakat Jombang. Nilai pendidikan moral juga sebagai pelajaran untuk generasi penerus tentang sosok Kebo Kicak dan Ki Tunggo.
Gambar 2. Candi Rimbi














Gambar 3. Ringin Contong
C.     SIMPULAN
Berdasarkan pemaparan tentang mitologi Jombang diatas, maka dapat disimpulkan bahwa mitologi Jombang merupakan kepercayaan kepada cerita nenek moyang yang lokasi dan bukti peninggalannya dapat ditemukan dengan mudah di Jombang sehingga masyarakat semakin yakin dengan mitos yang mereka dengarkan. Penanaman nilai moral  seperti berbakti kepada orang tua, sikap untuk berubah menjadi orang yang lebih baik, sikap untuk mengakui kesalahan dan memperbaikinya, untuk menyadari bahwa tidak ada yang abadi di dunia, semua mengalami perubahan bisa didapatkan dari mitologi Jombang. Pelaksanaan budaya lokal seperti ‘acara ruwatan’ adalah bentuk tanggung jawab dan cinta orang tua kepada anaknya dengan cara berdoa   dan sedekah yang sering disebut masyarakat Jombang ‘slametan’.






Daftar Pustaka

Atkinson, Paul & Hammersley, Martin. 2007. Ethnography Principles in Practice. London & New York: Routledge.
Atkinson, Paul, et.al. 2007. Handbook of Ethnography. London, California, New Delhi, Singapore: SAGE Publications.
Boellstorff, Tom, et.al. 2012. Ethnography and Virtual Words. Princeton and Oxford: Princeton University Press.
Campbell, Elizabeth & Lassiter, Luke Erc. 2015. Doing Ethnography Today. United Kingdom: Wiley Blackwell.
De Jong, J.P.B. De Josselin. 1937. Studies in Indonesian Culture, Oirata, A Timorese Settlement on Kisar. Amsterdam: UITGEVERS-MAATSCHAPPIJ.
Fernandez, Inyo Yos. 1998. Penyebab dan Penyembuh Sakit: Sebuah Perubahan Pandangan Masyarakat Minahasa Kajian Etnolinguistik. Yogyakarta: UGM Press.
Fetterman, David M. 2010. Ethnography Step by Step. Los Angeles, London, New Delhi, Singapore, Washington DC: SAGE Publications.
Heath, Shirley Brice & Street, Brian V. On Ethnography NCRLL (National Conference on Research in Language and Literacy. Columbia University. New York and London: Teachers College Press.
Keraf, Gorys. 1984. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: PT Gramedia.
K Yin, Robert. 2011. Qualitative Research from Start to Finish. New York: The Guilford Press.
Ladner, Sam. 2014. Practical Ethnography a Guide to Doing Ethnography in the Private Sector. USA: Left Coast Press Wlnut Creek.
M. Ahearn, Laura. 2012. Living Language ‘An Introduction to Linguistic Anthropology’. Singapore: Wiley Blackwell.
Mc. Carty, Teresa L. 2011. Ethnography and Language Policy. New York and London: Routledge.
Murchison, Julian M. 2010.  Ethnography Essentials Designing, Conducting, and Presenting your Research. San Francisco: Jofey Bass
Spradley, James P. 1979. The Ethnographic Interview. United States of America: Holt, Rinehart and Winston.
diakses pada tanggal 19 Maret 2017 pukul 1.20 WIB
https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Jombang diakses pada tanggal 19 Maret 2017 pukul 2.11 WIB
https://jombangkab.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/22  badan pusat statisti kabupaten jombang diakses pada tanggal 19 Maret 2017 pukul 2.27

http://rieantie-egga.blogspot.co.id/2013/05/asal-mula-kota-jombang.html

http://www.kompasiana.com/lintangwetan/asal-usul-kota-jombang-sebuah-studi-toponimi_54f34526745513a42b6c6e3a

http://candi.perpusnas.go.id/temples/deskripsi-jawa_timur-candi_rimbi
http://budayapanji.com/informasi/?p=343



Tidak ada komentar:

Posting Komentar