Kamis, 16 Maret 2017

Legenda Sampuraga Dalam Budaya Mandailing

LEGENDA SAMPURAGA DALAM
BUDAYA MANDAILING
Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas Ujian Tengah Semester
Mata Kuliah Etnolinguistik Jawa
Dosen Pembina: Dr. Inyo Yos Fernandez



 









Oleh:
Husniah Ramadhani Pulungan
NIM T111608004



PROGRAM STUDI LINGUISTIK
PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2017

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................       i
DAFTAR GAMBAR....................................................................................       ii
ABSTRAK ....................................................................................................       1
A. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
B. PEMBAHASAN .....................................................................................        4
1. Kabupaten Mandailing Natal (Madina) ................................................        4
2. Legenda Sampuraga ............................................................................        5
3. Data Leksikon Bahasa Mandailing dalam Legenda Sampuraga .............        6
4. Relasi antara Legenda Sampuraga dengan Budaya Mandailing ..............        25
C. SIMPULAN.............................................................................................        29
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 30














DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Peta Kabupaten Mandailing Natal (Madina) ...................................        4
Gambar 2. Kolam Sampuraga .........................................................................        28






LEGENDA SAMPURAGA DALAM BUDAYA MANDAILING
(Kajian Etnolingusitik)
Oleh: Husniah Ramadhani Pulungan

Abstrak
Masyarakat Mandailing dikenal sebagai masyarakat yang sangat santun dalam bertutur sapa. Hal ini karena topografi wilayahnya yang berada di dataran tinggi dengan hawa sejuk dan masih banyak hutan membuat masyarakat Mandailing memiliki dialek yang paling lembut di antara tujuh subsuku Batak yang ada di Sumatera Utara. Sama dengan suku lainnya, masyarakat Mandailing juga mempunyai legenda yang tersohor yakni Legenda Sampuraga. Terlepas dari benar tidaknya legenda ini, tujuannya hanya satu yaitu agar hidup generasi penerus kelak menjadi lebih baik. Dalam tulisan kali ini, penulis akan memaparkan hal tersebut mulai dari legendanya, data leksikonnya, hingga kajian budaya yang tercermin dari legenda tersebut. Dengan demikian, tulisan ini akan dapat menambah bagunan teoretis dalam kajian etnolinguistik dalam rangka pendokumentasian budaya daerah di nusantara.
Kata Kunci: Legenda, Sampuraga, Mandailing, Etnolinguistik

A.     Pendahuluan
Legenda menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online berarti cerita rakyat zaman dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah. Hutomo (dalam Fauzy, 2013) menyatakan bahwa legenda merupakan cerita-cerita yang dianggap masyarakat pemiliknya sebagai peristiwa-peristiwa sejarah. Sebagian besar masyarakat  menganggap bahwa legenda adalah sejarah rakyat.
Menurut Danandjaja (dalam Fauzy, 2013), legenda adalah prosa rakyat yang memiliki ciri-ciri yang mirip dengan mite, yaitu dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Berbeda dengan mite, legenda ditokohi manusia, yang mempunyai kekuatan luar biasa, dan seringkali juga dibantu makhluk-makhluk ajaib.
Pada dasarnya, legenda adalah cerita yang memiliki ciri-ciri yang mirip dengan mite, namun legenda dapat pula digolongkan berdasarkan isi ceritanya. Brunvand (dalam Danandjaja dalam Fauzy, 2013) mengemukakan penggolongan legenda sebagai berikut:
1.      legenda keagamaan (religius legends)
2.      legenda alam gaib (supranatural legends)
3.      legenda perseorangan (personal legends)
4.      legenda setempat (local legends)
Berdasarkan penjelasan di atas, maka legenda yang akan diuraikan kali ini adalah legenda setempat (local legends) yaitu legenda yang menjadi bagian daerah Mandailing yang dikenal dengan Sampuraga. Ada yang nengatakan kemungkinan legenda ini dipengaruhi oleh legenda Malinkundang dari Sumatera Barat karena letak wilayah yang berdekatan. Namun kebenaran itu belum dapat dipastikan karena belum ada riset mengenai hal tersebut.
Menurut kajian etnolinguistik tentang pandangan orang Mandailing terhadap Legenda Sampuraga sangat berkaitan dengan mitologi. Mitologi yang dimaksud adalah kepercayaan bahwa seorang anak tidak boleh durhaka pada orangtuanya karena murka orangtua juga murkanya Tuhan. Dengan demikian, tulisan ini akan memaparkan Legenda Sampuraga serta kandungan pemikiran budaya di dalamnya yang tercermin dari bahasanya.

B.     PEMBAHASAN
Pada pembahasan ini akan diuraikan mengenai Kabupaten Madina, legenda Sampuraga, serta relasi antara legenda Sampuraga dengan budaya Mandailing yang akan dipaparkan sebagai berikut.
1.      Kabupaten Mandailing Natal (Madina)
Mandailing menurut Permendagri No.39 Tahun 2015 terdapat di Kabupaten Mandailing Natal (Madina), ibukota Panyabungan, bagian dari Provinsi Sumatera Utara. Luas wilayah 6.134,00 Km2, jumlah populasi penduduk adalah 462.195 jiwa, wilayah administrasi terdiri dari: 23 kecamatan, 27 kelurahan, dan 377 desa. Website resminya: http://www.madina.go.id/.
Gambar 1. Peta Kabupaten Mandailing Natal (Madina)
Batas wilayah Kabupaten Madina, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat, sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia, dan sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat.
2.      Legenda Sampuraga
Salah satu cerita yang diwariskan secara turun-temurun di Mandailing adalah cerita ataupun “Legenda Sampuraga”. Dahulu, Sampuraga dan ibunya tinggal di tempat daerah Padang Bolak. Keadaan sangat miskin di tempat ini, sehingga menyebabkan Sampuraga berkeinginan untuk merubah kehidupannya. Dia tidak ingin pekerjaannya hanya mencari kayu bakar setiap harinya. Ia ingin menjadi pemuda yang membayangkan masa depan yang cerah. Kemudian ia berniat untuk merantau dan mohon izin pada ibunya yang sudah sangat tua. Sampuraga meninggalkan orang tuanya dengan linangan air mata. Dia berjanji akan membantu keadaan ibunya apabila telah berhasil kelak. Ibunya kelihatan begitu sedih, karena Sampuraga adalah putera satu-satunya yang dimilikinya. Ia melepas kepergian putranya dengan tetesan air mata.
Sampuraga terus melanjutkan petualangannya dengan kelelahan yang         terus-menerus. Setelah beberapa lama sampailah ia ke Pidelhi (Pidoli sekarang), dan berdiam di sana untuk beberapa waktu. Kemudian dilanjutkannya perjalanannya ke Desa Sirambas. Pada waktu itu Sirambas dipimpin oleh seorang raja yang bernama Silanjang (Kerajaan Silancang). Di tempat ini, Sampuraga bekerja keras yang merupakan kebiasannya sejak masa kanak-kanak. Rajapun tertarik dan ingin menjodohkannya pada putrinya. Tentu saja Sampuraga sangat senang setelah mengetahui hal ini. Raja bermaksud membuat pesta besar, semua raja-raja di sekitar Mandailing diundang. Sementara ibunya sangat rindu pada putranya. Sampuraga telah tumbuh menjadi dewasa dengan begitu banyak perubahan. Dia tidak lagi seorang yang miskin seperti dahulu. Dia adalah lelaki yang kaya raya dan menjadi seorang raja.
Ketika upacara perkawinan tiba, ibunya datang ke pesta itu berharap dapat berjumpa dengan putranya secepatnya. Tetapi apa yang terjadi?
Sampuraga tidak mengakui kalau itu adalah ibunya. Dia malu kepada istrinya karena ibunya kelihatan sangat tua renta dan miskin, dia menyuruh ibunya untuk pergi dari tempat itu. Sampuraga berkata “Hei orang tua, kamu bukan ibu kandungku, ibuku telah lama meninggal dunia. Pergi…!” Sampuraga tidak peduli dengan kesedihan dan penderitaan ibunya. Ibunya pun pergi sambil memohon dan berdo’a kepada Allah swt., Sampuraga dikutuk oleh ibunya dan kedurhakaannya tidak lain adalah disebabkan oleh kekayannya, ibunya memeras air susunya, Sampuraga lupa bahwa ia pernah disusui oleh ibunya.
Atas kehendak Allah swt., datanglah badai tiba-tiba di sekitar tempat istana menjadi banjir dan dihempas oleh air. Sampuraga tenggelam dan tempat itu menjadi Sumur Air Panas. Itulah yang dikenal dengan Air Panas Sampuraga di Desa Sirambas.

3.      Data Leksikon Bahasa Mandailing dalam Legenda Sampuraga
Jika ingin mengetahui budaya suatu bangsa maka terlebih dahulu harus memahami bahasanya. Hal ini karena setiap bahasa mengandung filosofi dari kebudayaanya. Berkaitan dengan legenda Sampuraga, ternyata budaya tersebut telah disarikan dalam sebuah lagu berirama gambus yang cukup populer bagi masyarakat Mandailing oelh Ibu Dinillah Afdillah. Lagu ini memiliki data leksikon yang dapat mendeskripsikan legenda Sampuraga dengan baik. Namun ada juga data leksikon yang dapat diperoleh dari lagu yang berjudul “Sampuraga” oleh Oppui Odang S. Dengan demikian, penulis memutuskan untuk mencari data leksikon dari kedua lirik lagu tersebut yang dikutip dari http://ceritakecerita.blogspot.co.id/ sebagai berikut.
a. Data leksikon dari lagu pertama
Sampuraga... namaila Marinang
Oleh: ibu   Dinillah   Afdillah

Sampuraga... namaila Marinang
Ale...namaila Marinang

Legenda di Mandailing
si Sampuraga nadurhako
baen ingoton di natading
Jadi tauladan di namamboto
jadi tauladan di namamboto

Manyogot di ombun manyorop
Dainang tangis tarilu-ilu
Manyogot di ombun manyorop
Dainang tangis tarilu-ilu
Sampuraga tu Dainang mangido moop
Langka ma au inang...do’ahon au
Langka ma au inang...do’ahon au
Ale...langkama au inang ...do’ahon au
Sampuraga dipangarattoan
dapotan boru halak nakayo
Sampuraga lupa daratan
lupa tu inang jadi durhako
Ale...lupa tu Inang jadi durhako
Hukum karma sian  Tuhan
aek susu dainang jadi lautan
Mate bonomma sahumaliang
Dohot si Sampuraga anak durhako

Selanjutnya, temuan data leksikon di atas ditranskripsikan ke dalam bahasa Indonesia beserta kandungan budayanya sebagai berikut.
(1) Sampuraga        : 1. Nama seorang pendurhaka ibunya dalam legenda Mandailing; 2. Nama tempat yang dipercayai tempat pesta pora si Sampuraga yang tenggelam karena durhaka pada ibunya.
(2) namaila             : yang malu
(3) Marinang          : beribu
(4) Ale                   : wahai 
(5) Legenda            : legenda
(6) di Mandailing    : di Mandailing (nama kawasan/daerah di Tapanuli Bagian Selatan)
(7) nadurhako         : yang durhaka
(8) baen                 : bikin
(9) ingoton              : ingatan
(10) di natading      : yang ditinggalkan
(11) Jadi                 : jadi
(12) tauladan          : teladan
(13) di namamboto: yang mengetahui
(14) Manyogot       : pagi hari
(15) di ombun         : di embun
(16) manyorop       : turun
(17) Dainang          : Ibunda
(18) tangis              : menangis
(19) tarilu-ilu           : meneteskan air mata
(20)
mangido          : meminta
(21) moop              : maaf
(22) Langka ma      : pergilah
(23) au                   : saya
(24) inang               : Ibu
(25) do’ahon          : doakan
(26) di pangarattoan: di perantauan
(27) dapotan          : memperoleh
(28) boru                : putri
(29) halak nakayo : orang kaya
(30) lupa daratan    : lupa daratan
(31) durhako          : durhaka
(32) Hukum            : hukum
(33) karma             : karma
(34) sian Tuhan       : dari Tuhan
(35) aek susu          : air susu
(36) jadi lautan       : jadi lautan
(37) Mate               : mati
(38) bonomma        : tenggelamlah
(39) Dohot             : dengan; ikut

         Jika berdasarkan terjemahan bebas, maka transkripsi lirik lagu tersebut dapat dilihat sebagai berikut.

Sampuraga….. yang malu beribu

Sampuraga… yang malu beribu
Wahai…. Yang malu beribu
Legenda di Mandailing
Si Sampuraga yang durhaka
Buat ingatan bagi yang ditinggalkan
Jadi teladan bagi yang mengetahui
Jadi teladan bagi yang mengetahui
Pagi hari yang berembun
Ibunda menangis tersedu-sedu
Pagi hari yang berembun
Ibunda menangis tersedu-sedu

Sampuraga ke Ibunda meminta  maaf
Pergilah saya Ibu.. doakan saya
Pergilah saya Ibu… doakan saya
Wahai… pergilah saya Ibu… doakan saya
Sampuraga di perantauan
mendapatkan putri orang kaya
Sampuraga lupa daratan
lupa pada Ibu jadi durhaka
Aduh… lupa pada Ibu jadi durhaka
Hukum karma dari  Tuhan
Air susu Ibunda jadi lautan
Mati tenggelamlah semuanya
Serta si Sampuraga anak durhaka

b. Data leksikon dari lagu kedua  
Lagu ini menceritakan kisah perjalanan ibunya pada saat berangkat mencari si Sampuraga. Berikut kutipannya dan hayati syairnya:
“Sampuraga”
Oleh: Oppui Odang S.

Surat sanga tona pe nada bolkas
Lungun ni Inangmon namar si tutu
Marsak merjeng da Amang si nuan tunas
Sibukku damang marniang Marjinggolu
Di porom damang da so tar porom
Burukpe appang lek naso malamun
Morong pe au damang morong-orong
Pupu marun batuk hodo si ubat lungun
Hutegeti mardalan mosor-osor
Manjalaki anakku ho Sampuraga
Mamolus tombak si longon-longon
Na manuat amang jumomba jomba
Patakkas simanjojak au amang
Pagayung alang ni si mangido
Songon labi au mar dalan gumapa gapa
Manjalaki ho amang lek so pasuo
Nada tottu au amang marpayongon
Sipareonku manetek tu bibirki atcim
Marapi ni puncak boltok marreuk
Marsupa gonggam ni si mangido
Manombo mangan ube ni sihim
Batu ni rimbangpe amang huporngas
Marsak merjeng sibukku mangging
Namalungun amang tu si nuan tunas

Allah maha kuasa, jika dia berkehen dak apapun bisa terjadi, maka sampai jugalah Ibu yang sangat merindukan anak kesayangannya ini ke kerajaan si Lanjang di Panyabungan. Pada saat sampainya, si Sampuraga lagi mengadakan pesta pernikahannya dengan putri si Raja Lanjang.

Ibu Sampuraga:
Marsapa ja da amang, huta aha de amang goar nion?

Penjaga makanan:
Huta si Rambas Inang.

Ibu Sampuraga:
Tai ribur huida halak Amang, ahadona masa namuba?

Penjaga makanan:
Tai pajongjong horja rajai.

Ibu Sampuraga:
Adong amang marsuo dihamu anakkuna margoar si Sampuraga?

Penjaga makanan
Ah...tai na tusia ma dipabagas boru nirajai, inda iboto halak uma laknani.

Ibu Sampuraga:
Inda Amang, iado jalahanku

Penjaga makanan:
Tai pandoknia, madung matedo inangnia, songononma  umani  rajai, naso tidak-tidak do halalai da.

Ibu Sampuraga:
Baen majo amang tu takaron indahan munui,  Ahama  namale, betak napiga arima naso mangani amang.

Penjaga Makanan:
Natar lehen inang songononma bahat na nagot mangan

Ibu Sampuraga:
Aek majo anggo  songoni,  pinomatna sandornguk amang.
Nguas nai amang anakku doda amang si Sampuragai.

Penjaga Makanan:
Usir anak boru natobang on

Ibu Sampuraga:
O...Amang  anakku  Sampuraga,  tappukni  pusupusukku   Amang,  jagitbo
Amang tangankon aso huabinko, aso hu umma.  Amang...  ubatni lungunku
Amang Sampuraga
Amang tappuk ni pusu pusukku diparsuohon tuhan dope hita
Jagit tangankon aso hualukko hu umma ubat ni lungunku Amang Sampuraga
Mardalan pe Amang marunjom-unjom pupu unggal pupu tombom
Dung marsuo hape ho amang mangkunyom
Ate-atekkon Amang songon nadi sombom
Di na laos lakkaho sian bagasta hutukkus indahan margule sira
Hape sannari ho Amang madung Raja ulang ho Amang maila marina
Hape sannari ho Amang madung Raja ulang ho Amang maila marina

Sampuraga:
He...! anak boru natobang, ulangho disi, mabaen malu.
Madung matedo Amangku dohot Inangku
Patutdo songonko on Umakku au   sada  Raja. 
Narittik  do  rokku on bo. Morot...! Morot...!! Morot......! Morot...!!! 
Naso  mamboto   uttung kehe  sianon. 
Ulang  dokkon- okkon au anakmu.  Jawab...! jawab...!

Ibu Sampuraga:
Nanggo  lupa  au  Amang, adongdo tihas   di  tanggorumu,   ligi  jolo  damang. 
Sian  tagukonkon  doda   ho amang  managuk. 
Aek ni susukkon do Amang pagodang-godangko.
Jari-jarikkon  do  amang   namagurasi lappinmi.
Sambilan bulanho amang dibutahakkon.
Hatcit Amang.
Hatcit Amang  mangkandungko, mangalahirkon ho.
Ipattar   bulu   bagas  nai  tukkolani Amang  ho  lahir. 
Isi maho amang lahir  Sampuraga. 
Ho Amang anakku     Amang   Sampuraga.  
Amang anakku amang.

Istri Sampuraga:
Na  sogoni  be  dabo, anggo natutu Inanta tapature.
Bope miskin Inanta doi. 
Au  namaila  au paturei.
Naron durokoho. 
Nadurokoi  duroko  pula baginyo.

Sampuraga:
Ulu Balang...! Ulu balang...!
Ulu  balang...!  sarat  sianon  anak boru onbo.
Sarat....! sarat...! sarat na tobang sosuanonon.
Natobang so  suanon  on.   Ayak  sianon  on. 
Ayak..!   Morot...!   Morot....ttt.......!.
Usir sianon. Usir, usir, usir.
Muda nara dak-dak, pangumban songoni.
Umban namahuai.
Mambaen malu tu Raja si Rambas.
Mambaen malu tu Raja Sirambas.
Sarat. Sarat...!  Sarattttttt............!

Ibu Sampuraga:
Makkasuak Amang abitkon idahodo baju nadidukkapan
Di sarat au Amang direkrekkon
Inda podo tuk hatcitni naso mangan
Makka barbar makka bugang mar mudari sibukkon Amang boti mardaro
Pangumbani ni Ulu Balang saotik peho Amang nada mangibo
Di usir ho au Amang Sampuraga sian tagukonkon doho amang managuk
Dilehen Tuhan diho pangajaran ibanado pangaduan laos mangangguk.

O..... Sampuraga namaila marina.
Aek ni susukkon dodamang nai painum inummi.
Sian tagukokkon doho managuk Amang.
O..... Tuhanku. Lehen di anakkon palajaran di anak na durako.
O...Sampuraga anak na durako.
Sampuraga....Sampuraga...........Sampuraga................................!

O..... Tuhanku. Lehen di anakkon palajaran di anak na durako.
O...Sampuraga anak na durako.
Sampuraga....Sampuraga...........Sampuraga................................!
Sampuraga namaila marina akhirna mate bonom.

         Adapun transkripsinya adalah sebagai berikut.
Surat atau kabar tidak pernah ada
Rindu Ibumu tiada terperi
Khawatir gelisah, anak si buah hati
Tubuhku mulai mengurus tidak terurus
Diperam anakku agar terpejam
Burukpun kebanggaan tidak pernah matang
Meratap pun aku nak meratap-ratap
Selalu sakit batuk kaulah si obat rindu
Kususri berjalan tertaih-tatih
Mancari anakku kau Sampuraga
Melewati hutan yang sepi
Mendaki nak terjatuh-jatuh
Mencari jejak anakku
Tangan menengadah sungkan meminta
Seperti kura-kuran berjalan lambat
Mencari kau anakku yang belum bertemu
Tidak tentu aku berteduh
Keringatku menetes ke bibirku yang asin
Merapi di puncak perut bergejolak
Perut dipeluk oleh tangan
Terkadang memakan biji buah rotan
Batu cepoka pun nak aku telan
Khawatir gelisah tubuhku tidak karuan
Merindukan anak si buah hati
Allah maha kuasa, jika dia berkehendak apapun bisa terjadi, maka sampai jugalah Ibu
Yang merindukan anak kesayangannya ini ke kerajaan si Lanjang di Panyabungan. Sesampainya di sana, si Sampuraga lagi mengadakan pesta pernikahannya dengan putri si Raja Lanjang.

Ibu Sampuraga:
Bertanyalah nak, apakah nama kampung ini?

Penjaga makanan:
Kampung si Rambas Ibu.

Ibu Sampuraga:
Tapi meriah sekali kulihat nak, ada apakah gerangan?

Penjaga makanan:
Tapi raja mengadakan pesta.

Ibu Sampuraga:
Adakah kalian bertemu dengan anakku yang bernama Sampuraga?

Penjaga makanan
Ah… tapi padanyalah dinikahkan putri raja itu. Apakah Ibu tidak tahu.

Ibu Sampuraga:
Tidak nak, dialah yang kucari.

Penjaga makanan:
Tapi katanya, ayah ibunya sudah mati, sepertikah Ibulah Ibunya Raja itu, yang tidak-tidak saja.

Ibu Sampuraga:
Bikinlah dulu nak ke tempurungku ini nasi kalian, lapar sekali, entah sudah berapa hari aku tidak makan nak.

Penjaga Makanan:
Tidak terbagi Bu, karena masih banyak ini yang mau makan.

Ibu Sampuraga:
Air sajalah kalau begitu, paling tidak seteguk nak. Haus sekali, si Sampuraga itu anakku.

Penjaga Makanan:
Usir perempuan tua ini.
Ibu Sampuraga:
Oh... anakku  Sampuraga,  semangat hidupku.  
Nak, terimalah nak tanganku ini agar kau dapat kugendong, kucium.
Nak, obat rinduku..
Anakku Sampuraga..
Anak penyemangat hidupku, kita masih dipertemukan Tuhan.
Terimalah tangaku agar kupeluk engkau kucium pengibat rinduku anakku. SampuragaBerjalanpun nak, terjatuh-jatuh, sering jatuh sering terpeleset.
Setelah bertemu ternyata kamu tidak senang.
Hatiku seperti dibakar.
Ketika kamu berangkat dari rumah kita, kubungkus nasimu berlauk garam.
Ternyata sekarang kamu nak sudah jadi raja, jangan kau malu nak punya ibu.

Sampuraga:
Heh...! perempuan tua, kau jadi di sini. Bikin malu.
Ayah Ibuku sudah mati.
Patutkah seperti engkau Ibu seorang Raja seperti aku.
Sudah gila mungkin! Pergi...! Pergi...!! Pergi......! Pergi...!!! 
Tidak tahu diuntung pergi dari sini. 
Jangan katakana anakmu.  Jawab...! jawab...!

Ibu Sampuraga:
Aku tidak lupa nak, ada tanda luka di punggungmu, lihatlah dulu nak.
Dari air susuku ini nak kau menyusu. 
Air susuku inilah yang membesarkanmu.
Jari-jariku inilah nak yang mencuci popokmu.
Sembilan bulan kau nak dalam perutku.
Sakit nak.
Sakit nak,  mengandungmu, melahirkanmu.
Rumah yang berlantai bambulah engkau lahir nak. 
Di situlah engkau lahir anakku Sampuraga. 
Kau anakku Sampuraga.. Anakku Sampuraga, Anakku nak anakku.

Istri Sampuraga:
Jangan seperti itu.
Jika benar dia Ibumu mari kita rawat.
Walaupun miskin, itu Ibu kita. 
Aku tidak malu merawatnya.
Nanti durhaka. 
Yang durhaka itu, durhaka pula baginya.

Sampuraga:
Hulubalang...! Hulubalang...!
Hulubalang...!  Seret dari sini perempuan ini.
Seret....! Seret...! Seret orangtua yang tak berguna ini.
Orangtua yang tak berguna.
Usir dari sini.    
Usir..!  Pergi...! Pergi.......!.
Usir dari sini. Usir, usir, usir.
Kalau tidak mau injak-injak, pukul saja.
Pukul saja tidak mengapa.
Membuat malu Raja si Rambas.
Membuat malu Raja Sirambas.
Seret. Seret...!  Serettttttt............!

Ibu Sampuraga:
Robek-robek nak bajuku yang ditambali.
Aku diseret dijinjing.
Belum lagi sakitnya yang tidak makan.
Luka lebam terluka berdarah tubuhku ini nak
Para hulubalang yang memukuli pun sedikit tiada mengiba.
Kau usir aku anakku Sampuraga dari air susuku inilah kamu minum nak.
Diberikan Tuhan padamu pengajaran betullah pengaduan (sambil menangis menahan pilu).
Oh..... Sampuraga yang malu beribu.
Air susuku inilah yang kau minum-minum itu nak.
Dari air susuku ini kamu minum nak.
Oh..... Tuhanku. Lehen di anakkon palajaran di anak na durako.
Oh...Sampuraga anak yang durhaka.
Sampuraga....Sampuraga...........Sampuraga................................!
Oh..... Tuhanku. Lehen di anakkon palajaran di anak na durako.
Oh...Sampuraga anak yang durhaka.
Sampuraga....Sampuraga...........Sampuraga................................!
Sampuraga yang malu beribu akhirnta terbenam.

         Kutipan di atas merupakan legenda Sampuraga yang telah diparafrasekan dalam bentuk syair dan lagu oleh Oppui Odang S. Terjemahan bebasnya dapat dilihat pada subjudul 2. Legenda Sampuraga dalam versi bahasa Indonesia guna membantu pemahaman cerita bagi pembaca. Namun, keunikan dalam data leksikon yang kedua ini terdapat pada:
(1) Morot: pergi
(2) Sarat: seret
(3) Sampuraga na maila marina: Sampuraga yang malu beribu
(4) Aek ni susukkon dodamang nai painum inummi: air susuku ini lah nak yang kau minum itu.
(5) Sian tagukokkon doho managuk Amang: dari air susu ini kamu menyusu nak.
(6) O..... Tuhanku. Lehen di anakkon palajaran di anak na durako: Oh Tuhanku. Berilah anakku pelajaran karena telah durhaka.
(7) O...Sampuraga anak na durako: Oh Sampuraga anak yang durhaka.
         Berdasarkan temuan data leksikon di atas, maka dapat dinyatakan bahwa lirik lagu tersebut dapat mendeskripsikan keadaan Sampuraga dan Ibunya dari awal hingga akhir hidupnya. Namun, dari semua data leksikon yang telah dipaparkan, ada beberapa ungkapan yang menjadi kata kunci dari legenda ini, yaitu data leksikon  Sampuraga na maila marinang ‘Sampuraga yang malu beribu’, ada juga yang menggunakan istilah O sampuraga na maila marina ‘Oh Sampuraga yang malu beribu’, Morot ‘ pergi’, sarat ‘seret’, dan curahan hati Ibu Sampuraga yang mengatakan bahwa dari air susunyalah Sampuraga minum, hingga akhirnya dia dikutuk oleh ibunya. Data ini sangat fenomenal dan menjadi peringatan bagi setiap orang akan dampak durhaka pada orang tua.
Jika ditinjau lebih dalam lagi, tidak ada alasan dan tidak berhak seorang anak untuk malu mengakui ibu kandungnya. Jika ditinjau dari sisi religi, Ibu memiliki kedudukan tiga kali lebih tinggi dari Ayah. Kasih sayang seorang Ibu yang sangat luar biasa tidak akan dapat tergantikan oleh apapun di dunia ini. Semua pengorbanan dilakukan seorang Ibu seumur hidupnya hanya untuk kebahagiaan anaknya. Dengan demikian, tidak heran jika muncul pernyataan, kasih Ibu sepanjang masa, kasih anak sepangjang jalan.

4.      Relasi antara Legenda Sampuraga dengan Budaya Mandailing
Keberadaan legenda Sampuraga dalam budaya masyarakat Mandailing sudah tertanam secara turun-temurun. Walaupun legenda Sampuraga tidak diketahui benar tidaknya terjadi, namun legenda ini memiliki nilai-nilai moral yang dapat berguna dalam kehidupan masyarakat Mandailing. Adapun nilai-nilai moral tersebut yaitu:

a.      Nilai berbakti pada orangtua
Awalnya Sampuraga adalah anak yang baik budi dan sangat hormat pada orangtuanya. Mengingat dia adalah anak yatim maka dia sangat rajin bekerja untuk membantu ibunya dalam memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Sampuraga sangat ingin membahagiakan ibunya dan kelak dapat mengubah nasib mereka yang berekonomi lemah.
b.      Sikap bekerja keras
Berkat sikap kerja kerasnya yang membanggakan, maka majikan tempat dia bekerja menilai bahwa Sampuraga akan bisa lebih sukses bila merantau ke Pidoli di daerah Mandailing, karena dia telah memiliki modal yang sangat baik yaitu sikap kerja kerasnya. Dengan modal itu maka dia akan mampu memperbaiki kehidupan ekonomi keluarga dan mampu membahagiakan ibunya.
c.       Berani merantau untuk mendapatkan hidup yang lebih baik
Karena keadaan keluarga yang memiliki ekonomi lemah, maka Sampuraga mengumpulkan keberanian untuk pergi merantau. Karena hanya merantaulah satu-satunya pilihan hidup yang dapat diambil jika ingin mengubah nasibnya agar menjadi lebih baik. Segala halangan dan rintangan dihadapi sendiri demi dapat melanjutkan hidup dan tidak menyia-nyiakan kesempatan yang datang.
d.      Jangan silau harta dan malu mengakui orangtua yang berekonomi lemah
Kesungguhan dan kerja kerasnya memikat majikan untuk menjadikannya sebagai menantu. Sampuraga mendapatkan keberuntungan karena dinikahkan dengan putri cantik sang majikan. Karena merasa derajat kehidupannya telah naik, maka Sampuraga telah melupakan ibunya.
e.      Ridho Allah terletak pada ridho orangtua dan murka Allah terletak pada murka kedua orangtua
Setiap orangtua pasti sangat mencintai anak-anaknya. Bagaimanapun cara orangtua bersikap, semua demi kebahagiaan anaknya. Namun anak sering melupakan orangtuanya jika sudah berada di puncak kejayaan. Seolah-olah si anak menganggap bahwa semua kesuksesan itu hanya berasal dari kerja kerasnya semata. Padahal semua keberhasilan itu berkat andil besar orangtua yang selalu berdoa kepada Allah setiap saat agar anaknya diberikan yang terbaik dalam hidupnya. Pada saat orangtua (Ibu Sampuraga) hanya ingin melihat dan menyapa akibat rindu yang mendalam terhadap anak, si anak (dalam hal ini si Sampuraga) di hari pernikahannya dengan putri majikan, ternyata Sampuraga malah tidak mengakui, malu, dan sanggup mengusir ibunya karena ibunya yang sudah tua renta itu terlihat sangat kumuh dan miskin. Bukankah ibunya menjadi seperti itu karena Sampuraga telah lupa akan janjinya untuk membahagiakan ibunya? Ibunya masih berusaha mengingatkan bahwa benar beliau adalah ibu Sampuraga dan ibunya sangat merindukannya, namun Sampuraga tetap bersiteguh dengan keputusannya.
Hati orangtua yang terluka akan menimbulkan murka Allah, maka menurut legenda Sampuraga tidak peduli dengan kesedihan dan penderitaan ibunya. Ibunya pun pergi sambil memohon dan berdo’a kepada Allah swt., Sampuraga dikutuk oleh ibunya dan kedurhakaannya tidak lain adalah disebabkan oleh kekayannya, ibunya memeras air susunya, Sampuraga lupa bahwa ia pernah disusui oleh ibunya. Atas kehendak Allah swt., tiba-tiba datanglah badai, di sekitar istana menjadi banjir dan dihempas oleh air. Sampuraga tenggelam dan tempat itu menjadi Sumur Air Panas. Itulah yang dikenal dengan Air Panas Sampuraga di Desa Sirambas.
f.        Peringatan bagi generasi muda
Legenda Sampuraga terus diceritakan dari generasi ke generasi sebagai peringatan bagi generasi muda agar tidak mengalami seperti apa yang telah dialami oleh Sampuraga. Hormat dan berbakti pada orangtua karena kasih sayang dan jasa orangtua tidak dapat digantikan dengan emas pertama. Kasih orangtua itu sepanjang masa, jangan sia-siakan orangtua, sayangilah selagi mereka masih ada karena hanya dengan kasih sayang dari anak, orangtua akan merasa sangat bahagia dan merasa berhasil telah membesarkan anak-anaknya dengan baik.
g.      Warisan budaya
Legenda Sampuraga di Desa Sirambas Kabupaten Mandailing Natal ini telah dijadikan objek wisata sebagai warisan budaya bagi masyarakat Mandailing. Ketertarikan warga untuk berkunjung ke sana untuk menunjukkan pada anak-anaknya agar jangan menjadi seperti si Sampuraga. Sungguh menyesal dan penyesalan tiada berguna.
Gambar 2. Kolam Sampuraga
Objek wisata Kolam Sampuraga adalah sumber air panas, yang konon kata para pengunjung, jika dikatakan  Sampuraga na maila marina ‘Sampuraga yang malu beribu’, maka air panasnya akan menggelegak. Tidak ada yang mengetahui dengan pasti mengapa fenomena itu terjadi, namun demikian adanya.

C.     SIMPULAN
Berdasarkan pemaparan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa legenda Sampuraga merupakan warisan budaya masyarakat Mandailing secara turun-temurun. Di samping cerita yang telah disampaikan, terdapat juga lokasi yang dianggap sebagai bukti peninggalan dari peristiwa tersebut. Mengingat bukti lokasi yang bila dikaitkan dengan legenda memiliki kemiripan maka hal ini menjadi sebuah keyakinan yang mendalam bagi masyarakat Mandailing. Dengan demikian, generasi muda yang telah diberikan peringatan dan diajarkan nilai-nilai moral dari legenda Sampuraga ini diharapkan dapat menjadi anak yang lebih baik, hormat, dan berbakti pada orangtua. Pengaruh era globalisasi dewasa ini membuat orangtua harus lebih proaktif dalam mengawasi anak-anaknya, legenda Sampuraga masih mampu dijadikan sebagai pembanding bagi anak agar terhindar dari hal-hal yang membuat orangtua menjadi sedih dan kecewa. Akhirnya, anak-anak akan tumbuh menjadi generasi yang lebih positif dan berguna bagi agama, bangsa, dan negaranya sehingga anak akan menjadi kebanggaan dan sumber kebahagiaan bagi orangtuanya.
Dari sisi kajian etnolinguistik, penemuan data leksikon yang mencerminkan budaya masyarakat Mandailing tadi telah menambah dokumentasi teoretis dalam warisan nusatara yang sangat penting untuk dilestrikan. Selanjutnya, penulis berharap penelurusan bahasa dan budaya seperti ini masih bisa sering dilakukan agar kita semakin mengenal nenek moyang kita yang telah terlebih dahulu berusaha menanamkan nilai-nilai moral bagi anak cucunya, salah satunya dengan adanya Legenda Sampuraga ini. Namun itu semua, bagaimanapun wujudnya, tujuannya hanya satu, yaitu agar generasi penerusnya kelak dapat hidup menjadi lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
http://kbbi.web.id/legenda diakses pada 12 Maret 2017 pukul 08.00 WIB.
http://ceritakecerita.blogspot.co.id/2011/05/sampuraga.html diakses pada 2 April 2017 pukul 4.30 WIB.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar