Oleh : Ika Farihah Hentihu
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang memiliki beragam kebudayaan dan budaya yang masih berkembang hingga saat ini. Adanya beragam suku, dan agama di masyarakat jawa dan di temukan sistem nilai-nilai budaya. Salah satu tradisi masyarakat Jawa yang hingga sekarang masih tetap eksis dilaksanakan dan masyarakat Jawa adalah ritual sesajen. Ritual sesajen ini merupakan salah satu bentuk ritual tradisional masyarakat di pulau Jawa yang sudah berlangsung secara turun-temurun dari nenek moyang.
UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang memiliki beragam kebudayaan dan budaya yang masih berkembang hingga saat ini. Adanya beragam suku, dan agama di masyarakat jawa dan di temukan sistem nilai-nilai budaya. Salah satu tradisi masyarakat Jawa yang hingga sekarang masih tetap eksis dilaksanakan dan masyarakat Jawa adalah ritual sesajen. Ritual sesajen ini merupakan salah satu bentuk ritual tradisional masyarakat di pulau Jawa yang sudah berlangsung secara turun-temurun dari nenek moyang.
Di era globalisasi masyarakat jawa masih
menggunakan sesajen sebagai
sarana untuk menghormat roh-roh nenek moyang yang telah meninggal dunia. Banyak
orang yang masih menggunakan tradisi jaman dulu tentang sesajen yang digunakan untuk
selametan atau memuja para roh-roh. Orang-orang menganggap bahwa memuja roh
sudah menjadi tradisi para leluhur terutama di pulau jawa kejawen. Banyak
terjadi di masyarakat jawa yang masih memuja roh-roh para dewa yang di anggap
sebagai ritual agar mendapatkan keselamatan.
Dalam agama Buddha seseorang yang masih
menggunakan sesajen dalam altar
yaitu berupa buah-buahan dan makanan sebagai simbol penghormatan. Menghormat
merupakan memberi atau menyatakan hormat. Dalam falsafah hidup Jawa berbakti
kepada kedua orang tua dan para leluhur yang menurunkan adalah suatu ajaran
yang diagungkan. Orang Jawa yang memahami hakekat hidup tentunya kepada orang
tua dan para leluhur yang menurunkannya.
Salah satu wujud konkrit rasa berbakti
tersebut adalah berupa sesaji sebagai persembahan atas segala rasa hormat dan
rasa terimakasih tak terhingga kepada para leluhur yang telah wafat yang mana
semasa hidupnya telah berjasa memberikan warisan ilmu, harta-benda, dan
lingkungan alam yang terpelihara dengan baik sehingga dapat kita nikmati sampai
saat ini dan memberikan manfaat untuk kebaikan hidup kita.
Sesajen yaitu makanan yang disajikan kepada arwah yang telah
meninggal dengan tujuan ingin mendoakan dengan media. Tujuan dari sesajen yaitu
untuk mengucapkan terima kasih kepada semua mahkluk atau kepada roh-roh.
Sarana yaitu segala sesuatu yang dapat
dipakai sebagai alat untuk mencapai maksud dan tujuan. Keagamaan orang jawa
kejawen selanjutnya ditentukan oleh kepercayaan pada berbagai macam roh yang
tidak kelihatan. Orang melindungi diri dengan memberi sesajen yang terdiri dari
nasi dan makanan lain, daun-daun bunga dan kemenyan. Bunga mempunyai makna
filosofis agar kita dan keluarga senantiasa mendapatkan “keharuman” dari para
leluhur.
Masyarakat kota Malang sering melihat
bunga-bunga yang berserakan di perempatan jalan. Tujuannya mungkin agar semua
yang melewati perempatan tersebut aman-aman saja atau tidak terjadi kecelakaan.
Ritual pemberian sajen memang memiliki nilai magis yang sangat tinggi.
Kesalahan umat manusia sering terjebak pada hal-hal yang bersifat abstrak
sebagai dunia yang pasti atau nyata demi membela keyakinan dunia ghaibnya.
sesungguhnya orang yang menabur bunga di perempatan jalan sambil mengucapkan
doa yang mensiratkan makna yang dalam dalam limpahan kasih sayang yang tidak
pilih kasih. Adapun doanya misalnya sebagai berikut :
“Ya Tuhan berilah keselamatan dan berkah kepada siapapun yang
melewati jalan ini, baik manusia, makhluk halus, maupun binatang apapun jenis
dan namanya”.
Doa dan apa yang mereka lakukan merupakan
manifestasi dari budi pekerti mereka yang sungguh adiluhung. Mengucapkan doa
dengan ketulusan dan kasih sayang yang penuh limpahan berkah. Alam menyambutnya
dengan limpahan berkah dan keselamatan lahir batin kepada seluruh makhluk yang
melewati perempatan jalan itu. Itulah kodrat alam yang telah terbentuk dalam
relung-relung hukum keadilan Tuhan.
Sebelum masuknya
agama Hindu, Budha, dan Islam, masyarakat Jawa sudah mempunyai tradisi
menghormati Tuhan, alam, dan roh - roh leluhur.
Ini berarti umurnya sudah
tua sekali, tetapi orang-orang yang masih memegang budaya Jawa dengan
erat tetap membuat sesajen pada saat-saat spesial. Sesajen dibuat untuk mengucap
syukur atau sebagai tanda penghormatan kepada Tuhan / leluhur. Karena
kaitannya dengan hal-hal paranormal/ghaib, dan fungsinya untuk
berdoa kepada leluhur,
banyak yang mengatakan bahwa penggunaan sesajen adalah hal yang
musrik atau
menantang nilai-nilai agama.
Sesajen di Makam Karaeng Galesong
Sebagai seorang panglima kerajaan dan putra
Sultan Hasanuddin, Karaeng Galesong memiliki karakter kuat. Keresahannya
berawal dari semakin sengsara rakyat Sulawesi terutama setelah
ditandatanganinya Perjanjian Bungaya. Perjanjian yang sangat merugikan dari
pihak rakyat ini membuat Karaeng Galesong bergerak dan akan membela. Sistim
tanam paksa, pajak yang tinggi, dan
penyerahan paksa hasil-hasil pertanian kepada Belanda yang membuat hati Karaeng
Galesong trenyuh. Setelah perjanjian Bungaya ditandatangani, maka ribuan
masyarakat Sulawesi Selatan exodus ke seluruh penjuru dunia. Satu semboyan
mereka adalah dari pada harga diri terinjak oleh penjajah, lebih baik pergi
meninggalkan tanah kelahiran untuk mencari kehidupan yang lebih baik.
“Dimana langit dijunjung, disitu bumi
dipijak”
Satu-satunya
nasehat terbaik dari sang ayah Karaeng Galesong, Sultan Hasanuddin. Yang diberi
gelar Ayam Jantan dari Timur. Dengan menggunakan 10.000 anak buah dan 800 kapal
perang, bergeraklah Karaeng Galesong menuju
Australia. Yang sebenarnya daerah ini adalah sebagai tujuan abal-abal Karaeng
Galesong agar bisa menginjak tanah Jawa. Karena dalam perjanjian Bungaya pasal
9 disebutkan bahwa seluruh keluarga
kerajaan dan para bangsawan dilarang meninggalkan tanah Sulawesi, atau bahkan
menuju ke pulau Jawa. Nasehat itu pula yang pernah diucapkan oleh Syech Yusuf
Al Makassari, paman Karaeng Galesong saat hendak meninggalkan tanah Sulawesi
menuju Cape Town Afrika Selatan. Beliau juga merasakan harga diri yang
terinjak-injak sehingga memberanikan diri meninggalkan Sulawesi menuju Afrika.
Perjuangan
Karaeng Galesong di pulau Jawa membantu Raden Trunojoyo yang berasal dari
Madura cukup dahsyat karena politik adu domba Belanda terhadap Mataram yang
lama-lama menghilangkan kepercayaan Trunojoyo terhadap bangsa sendiri. Karaeng
Galesong lah yang berkali-kali melindungi Raden Trunojoyo dari
serangan-serangan Belanda. Yang lebih mengesankan lagi, Raden Trunojoyo justru
sering lengah karena setiap memenangkan peperangan, telah membunuh ratusan
serdadu, Raden Trunojoyo justru berfoya-foya minum tuak. Sehingga hanya Karaeng
Galesong yang mampu melindungi
mertuanya. Raden Trunojoyo adalah ayah dari Potre Koneng, istri Karaeng
Galesong.
Yang sungguh
tragis adalah cara kematian Karaeng Galesong
yang menjadikan sejarah di Ngantang Kabupaten Malang menjadi
heroik. Dengan bantuan seorang kapitan
dari Ambon, Belanda menyuruh Kapitan Jonker untuk mengejar Karaeng Galesong
sampai ke pedalaman pegunungan Malang yang sangat dingin. Dan mereka bertemu.
Konon pengejaran kapitan Jonker ini juga dibantu oleh Aru Palakka dari Bone.
Sehingga memang yang terjadi adalah Aru Palakka dikenal sebagai pengkhianat di
Sulawesi Selatan. Namun bagi warga Bone, Aru Palakka adalah pahlawan. Saat
benar-benar ditemukan, sangat menyedihkan, Karaeng Galesong dibunuh dalam
keadaan dikubur berdiri. Mungkin ini adalah kematian paling kejam. Namun kisah
bersejarah tersebut menjadi cerita hangat turun temurun warga Ngantang yang memanggil beliau dengan nama “Mbah Rojo”.
Karena makam
yang sangat dikeramatkan, karena usianya yang cukup tua, dari abad 16 maka
makam ini menjadi tujuan ritual warga pada hari tanggal tertentu. Selain itu
banyak orang datang berziarah ke makam ini untuk berdoa khusus. Ada pula yang
berlama-lama di makam tersebut. Dan
sesajen adalah hal biasa yang selalu ditemukan disana.
Dalam
sesajen tersebut ditemukan :
1. Dupa
2. Bubur merah
putih
3. Irisan daun
pandan
4. Bumbung
berisi badeg (Air tape ketan hitam)
5. Kendi kecil berisi
air
6. Serit dan
kaca
7. Sirih dan
pinang (diikat)
Dari berbagai sumber informasi saya melihat
sesajen ini diletakkan pada hari Kamis (menuju ke hari Jumat) dimana menurut
kebiasaan warga mereka datang di makam ini pada hari Kamis. Terutama Kamis
Kliwon. Ada kalanya mereka datang pada hari Senin malam Selasa Pahing
(tanggalan Jawa) atau hari Anggorokasih. Dan berdasarkan informasi penduduk,
sesajen semacam ini memiliki tujuan selamatan pemberian nama pada bayi yang
baru lahir.
Sejarah
heroik Karaeng Galesong ini menjadi perhatian warga terutama karena perjuangan
beliau menjadi Panglima Laut, sehingga beberapa kali yang terjadi adalah
datanganya warga dari dekat maupun jauh yang akan mencalonkan diri menjadi
walikota atau bupati misalnya. Kemudian mereka yang ingin diterima di angkatan
baik kepolisian, angkatan darat dll. Belum lagi makam istri Karaeng Galesong.
Yaitu Potre Koneng, yang cukup wingit (angker). Beberapa macam sesajen Jawa pun
ditemukan disana. Yang banyak ditemukan adalah sesajen dengan maksud akan
mengadakan pernikahan, mencari jodoh dll. Makam Raden Trunojoyo pun tak kalah
hebohnya. Ada beberapa makam yang diyakinkan itu adalah makam Raden Trunojoyo.
Maklum lah karena Raden Trunojoyo teramat sakti. Namun memang kebanyakan
orang-orang yang hidup di zaman itu banyak memiliki kelebihan. Hal ini karena
mereka kuat berpuasa, kuat bertirakat atau kuat begadang sambil berdoa
(melekan). Konon kabarnya, kelemahan Raden Trunojoyo sudah diketahui oleh
pasukan Belanda karena ada yang membocorkan. Yaitu beliau tidak akan meninggal
apabila dikuburkan dalam satu lubang. Sehingga yang terjadi adalah jazad beliau
dipotong-potong oleh pasukan Belanda kemudian dimakamkan di beberapa tempat.
Banyak sekali hal-hal yang belum terungkap di
makam-makam mereka. Sehingga makam-makam yang jauh dari pemukiman penduduk ini
menjadi sangat penting dan bersejarah bagi warga Ngantang Malang.
Reference
Salle, Aminuddin, 2012, Galesong Desa
Pancasila, Makassar, Yayasan AS Center.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar